Dalam panggung demokrasi Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang peranan sentral sebagai benteng pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif. Namun, benteng ini tampak rapuh. Fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi pedang tajam akuntabilitas publik kerap kali tumpul, terperangkap dalam labirin kelemahan struktural dan dinamika politik yang melumpuhkan. Sistem eksisting yang bagi sebagian pihak telah "efektif" karena dibalut kerangka hukum yang komprehensif melalui UU No. 17 Tahun 2014, tetapi pada kenyataannya masyarakat dapat menilai bahwa praktik pengawasan di lapangan masih jauh dari efektif
Mengurai Benang Kusut Inefektivitas DPR
Akar dari persoalan pengawasan DPR bersifat multidimensional. Di satu sisi, terdapat keterbatasan kewenangan investigatif yang membuat DPR tak ubahnya macan ompong. Di sisi lain, yang lebih mengkhawatirkan adalah realitas politik di mana garis antara pengawas dan yang diawasi menjadi kabur. Dinamika politik kartel, di mana partai-partai politik lebih mengutamakan konsensus dan pembagian kekuasaan di antara elite ketimbang menjalankan fungsi kontrol yang kritis, secara efektif mengebiri potensi pengawasan
Meramu Ulang Desain Kelembagaan Parlemen dari Panggung Global
Untuk keluar dari kemelut ini, diperlukan keberanian untuk mengadopsi inovasi-inovasi yang telah teruji di panggung demokrasi global
Selanjutnya, DPR harus dipersenjatai dengan kewenangan investigatif yang perkasa. Model Congressional Oversight di Amerika Serikat menawarkan contoh kewenangan subpoena yang kuat, di mana komisi dapat memaksa kehadiran saksi dan akses terhadap dokumen dengan ancaman sanksi pidana
Namun, kewenangan tanpa kapasitas ibarat pedang di tangan yang tak terlatih. Oleh karena itu, penguatan dukungan teknis menjadi pilar reformasi yang tak terpisahkan. Pembentukan Badan Analisis Anggaran Parlemen (BAAP)—sebuah lembaga independen yang meniru Congressional Budget Office (CBO) di Amerika Serikat—akan memberikan DPR analisis anggaran yang kredibel dan non-partisan, mengimbangi dominasi informasi dari pihak eksekutif
Masyarakat sebagai Arsitek Akuntabilitas
Transformasi institusional DPR tidak akan pernah lengkap dan berkelanjutan tanpa ditopang oleh fondasi partisipasi publik yang kokoh. Partisipasi masyarakat bukanlah sekadar elemen pelengkap, melainkan elemen fundamental dalam sebuah ekosistem demokrasi yang sehat dan mampu mengoreksi dirinya sendiri
Lebih dari itu, masyarakat sipil adalah inkubator bagi inovasi dan budaya demokrasi. Mereka seringkali menjadi pionir dalam mengembangkan teknologi pengawasan partisipatif
Memandang Legislatif sebagai Sistem yang Hidup
Pada akhirnya, serangkaian reformasi yang diusulkan hanya akan berhasil jika dilandasi oleh pergeseran cara pandang—dari pendekatan reformasi parsial menuju pendekatan perubahan sistemik (systems change)
Oleh karena itu, transformasi sejati menuntut intervensi pada "titik-titik ungkit" (leverage points) yang strategis, saat perubahan kecil dapat memicu dampak besar yang bergelombang ke seluruh sistem
Sebagai kesimpulan, jalan menuju DPR yang berdaya dan tepercaya menuntut lebih dari sekadar amandemen undang-undang. Teks ini menuntut sebuah manifesto untuk perubahan mendasar yang menyentuh struktur, prosedur, kapasitas, dan yang terpenting, budaya politik. Dengan mengadopsi cetak biru inovasi dari praktik demokrasi terbaik di dunia, memberdayakan partisipasi publik sebagai kekuatan penggerak, dan memandu keseluruhan proses dengan kearifan pendekatan perubahan sistemik, transformasi ini bukan lagi sebuah utopia. Ini adalah sebuah kemungkinan nyata yang menanti untuk diwujudkan. Keberhasilannya bergantung pada satu variabel krusial yaitu adanya kehendak politik (political will) yang tulus dari seluruh pemangku kepentingan untuk menempatkan martabat demokrasi dan kepentingan publik di atas segala kepentingan politik jangka pendek
Zlamitan
Daftar Pustaka:
Studi Komparatif Sistem Politik
Sistem Westminster (Inggris & Australia)
Norton, P. (2013). Parliament in British Politics. Palgrave Macmillan
Russell, M. (2013). The Contemporary House of Lords: Westminster Bicameralism Revived. Oxford University Press
Thompson, E. (2001). "The Constitution and the Australian System of Limited Government, Responsible Government and Representative Democracy". Federal Law Review, 29(3), 231-264
Flinders, M. (2002). "Shifting the Balance? Parliament, the Executive and the British Constitution". Political Studies, 50(1), 23-42
Norton, P. (2013). Parliament in British Politics. Palgrave Macmillan
Russell, M. (2013). The Contemporary House of Lords: Westminster Bicameralism Revived. Oxford University Press
Thompson, E. (2001). "The Constitution and the Australian System of Limited Government, Responsible Government and Representative Democracy". Federal Law Review, 29(3), 231-264
Flinders, M. (2002). "Shifting the Balance? Parliament, the Executive and the British Constitution". Political Studies, 50(1), 23-42
Sistem Presidensial Amerika Serikat
Mann, T. E., & Ornstein, N. J. (2012). It's Even Worse Than It Looks: How the American Constitutional System Collided with the New Politics of Extremism. Basic Books
Aberbach, J. D. (1990). Keeping a Watchful Eye: The Politics of Congressional Oversight. Brookings Institution Press
McCubbins, M. D., & Schwartz, T. (1984). "Congressional Oversight Overlooked: Police Patrols versus Fire Alarms". American Journal of Political Science, 28(1), 165-179
Mann, T. E., & Ornstein, N. J. (2012). It's Even Worse Than It Looks: How the American Constitutional System Collided with the New Politics of Extremism. Basic Books
Aberbach, J. D. (1990). Keeping a Watchful Eye: The Politics of Congressional Oversight. Brookings Institution Press
McCubbins, M. D., & Schwartz, T. (1984). "Congressional Oversight Overlooked: Police Patrols versus Fire Alarms". American Journal of Political Science, 28(1), 165-179
Model Hibrid (Jerman & Prancis)
- Ismayr, W. (2012). Der Deutsche Bundestag. VS Verlag für Sozialwissenschaften
- Saalfeld, T. (2000). "Germany: Bundestag and Interest Groups in a 'Party Democracy'". Parliamentary Affairs, 53(2), 222-237
- Kerrouche, E. (2006). "The French Assemblée Nationale: The Case of a Weak Legislature?". Journal of Legislative Studies, 12(3-4), 336-365
Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia
- Horowitz, D. L. (2013). Constitutional Change and Democracy in Indonesia. Cambridge University Press
Slater, D. (2018). "Party Cartelisation, Indonesian-Style: Presidential Power-Sharing and the Contingency of Democratic Opposition". Journal of East Asian Studies, 18(1), 23-46
Mietzner, M. (2013). Money, Power, and Ideology: Political Parties in Post-Authoritarian Indonesia. NUS Press
Aspinall, E., & Berenschot, W. (2019). Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in Indonesia. Cornell University Press
Sherlock, S. (2007). The Indonesian Parliament after the Fall of Suharto. Strategic and Defence Studies Centre, ANU
Butt, S., & Lindsey, T. (2012). The Constitution of Indonesia: A Contextual Analysis. Hart Publishing
Slater, D. (2018). "Party Cartelisation, Indonesian-Style: Presidential Power-Sharing and the Contingency of Democratic Opposition". Journal of East Asian Studies, 18(1), 23-46
Mietzner, M. (2013). Money, Power, and Ideology: Political Parties in Post-Authoritarian Indonesia. NUS Press
Aspinall, E., & Berenschot, W. (2019). Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in Indonesia. Cornell University Press
Sherlock, S. (2007). The Indonesian Parliament after the Fall of Suharto. Strategic and Defence Studies Centre, ANU
Butt, S., & Lindsey, T. (2012). The Constitution of Indonesia: A Contextual Analysis. Hart Publishing

Komentar
Posting Komentar