Korelasi KUHAP dan Peraturan Teknis Kepolisian (Peraturan Kabareskrim No. 3 Tahun 2014) pada Proses Penyidikan
Anggaplah KUHAP sebagai jantung dari sistem peradilan pidana kita. KUHAP adalah sumber hukum formil tertinggi yang memompa prinsip-prinsip dan norma-norma dasar mengenai bagaimana proses hukum pidana harus dijalankan, mulai dari penyelidikan hingga eksekusi putusan. KUHAP memberikan kewenangan (hak) sekaligus batasan (kewajiban) bagi setiap aparat penegak hukum, termasuk penyidik. KUHAP adalah konstitusi bagi para pencari keadilan.
Namun, jantung ini membutuhkan pembuluh darah yang mengalirkan prinsip-prinsip agung tersebut ke dalam praktik sehari-hari di ruang-ruang pemeriksaan. Peran krusial Peraturan Kabareskrim No. 3 Tahun 2014 menjadi sangat penting. Jika KUHAP adalah lex superior yang mengatur "apa" yang boleh dan harus dilakukan, maka Perkaba ini adalah lex inferior atau petunjuk teknis yang mengatur "bagaimana" cara melakukannya. Perkaba ini adalah denyut nadi operasional dari jantung acara pidana kita. Mari kita urai korelasinya dalam beberapa tahapan krusial:
1. Gerbang Awal Penyelidikan dan Penyidikan yang Bermula dari Pengaduan
KUHAP meletakkan fondasi. Pasal 1 butir 4 dan 5 KUHAP mendefinisikan apa itu "penyelidikan" dan "penyidikan". Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan adalah tahap selanjutnya untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Jika KUHAP berhenti pada definisi konseptual, maka Perkaba No. 3 Tahun 2014 mengambil alih. Peraturan ini merinci bagaimana prosedur itu dilaksanakan:
Bagaimana sebuah Laporan Polisi (LP) atau pengaduan diterima oleh petugas di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Formulir apa yang harus diisi (Model A untuk laporan yang ditemukan sendiri oleh polisi, Model B untuk laporan dari masyarakat).
Siapa yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan.
Apa saja kegiatan dalam penyelidikan, seperti wawancara (interview), observasi, hingga analisis dokumen awal.
Contoh: Sebagai pengacara, seorang klien datang kepada Anda, mengeluh laporannya di kepolisian tidak ditindaklanjuti. KUHAP hanya memberi hak bagi pelapor untuk mendapat surat pemberitahuan perkembangan (Pasal 107 ayat (1) KUHAP ). Namun, Perkaba No. 3 Tahun 2014 memberikan Anda "amunisi" untuk bertanya lebih teknis: "Apakah sudah diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan? Siapa penyelidik yang ditunjuk? Apa hasil analisis awal tim penyelidik?" Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan pemahaman Anda terhadap prosedur internal mereka dan menuntut akuntabilitas yang lebih tinggi.
2. Upaya Paksa dan Prosedur yang Mengikutinya
KUHAP memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan upaya paksa (dwang middelen), seperti penangkapan (Pasal 17 KUHAP), penahanan (Pasal 21 KUHAP), penggeledahan (Pasal 33 KUHAP), dan penyitaan (Pasal 38 KUHAP). Upaya paksa adalah kewenangan yang sangat besar karena secara langsung merampas kemerdekaan dan hak privasi seseorang. Perkaba No. 3 Tahun 2014 berfungsi sebagai rantai yang mengikat kekuasaan besar tersebut. Upaya paksa memastikan setiap tindakan upaya paksa tidak dilakukan sewenang-wenang. Perkaba ini mengatur:
Setiap tindakan harus didasarkan pada Surat Perintah yang sah.
Prosedur rinci pembuatan Berita Acara untuk setiap tindakan (Berita Acara Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan).
Kewajiban penyidik untuk memberikan tembusan surat perintah kepada tersangka dan keluarganya, sebuah manifestasi dari hak-hak tersangka yang dijamin KUHAP.
Contoh: Asumsi tidak ada keadaan mendesak. Penyidik melakukan penyitaan laptop klien Anda tanpa menunjukkan Surat Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri dan tanpa membuat Berita Acara Penyitaan yang disaksikan oleh dua orang saksi dan kepala desa/ketua lingkungan setempat. KUHAP dalam Pasal 38 dan Pasal 129 secara umum mengatur syarat izin dan pembuatan berita acara. Namun, dengan merujuk pada SOP dalam Perkaba, melalui pengacara atau Anda dapat membangun argumentasi praperadilan yang sangat kuat bahwa penyitaan tersebut tidak sah secara formil karena melanggar prosedur teknis yang fundamental dan dapat menunjukkan bukti adanya ketiadaan alasan pembenar yaitu keadaan mendesak. Anda dapat mendalilkan bahwa bukti yang diperoleh dari laptop tersebut adalah unlawful legal evidence atau buah dari pohon beracun (fruit of the poisonous tree).
Keadaan mendesak sebagai pengecualian izin Pengadilan Negeri dalam proses penggeledahan dan penyitaan. Dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Hal mendesak ini dilakukan jika di tempat yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka atau terdakwa yang patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan. Begitu juga proses penyitaan. Karena Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.
3. Pemeriksaan
KUHAP mengatur tentang pemeriksaan saksi, ahli, dan tersangka dalam beberapa pasalnya (misal, Pasal 112, 114, 120 KUHAP). KUHAP juga menjamin hak-hak tersangka selama pemeriksaan, seperti hak untuk didampingi penasihat hukum (Pasal 54 KUHAP ) dan hak untuk tidak menjawab pertanyaan yang menjerat (Pasal 117 KUHAP ). Lagi-lagi, Perkaba No. 3 Tahun 2014 memberikan "daging" pada tulang-belulang aturan KUHAP tersebut. Perkaba mengatur:
Teknis pemanggilan saksi yang patut.
Tahapan dalam melakukan pemeriksaan, mulai dari persiapan administrasi hingga pelaksanaan interogasi.
Kewajiban penyidik untuk memberitahukan hak-hak tersangka sebelum pemeriksaan dimulai.
Format standar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang harus ditandatangani oleh pemeriksa dan yang diperiksa.
Contoh: Dalam BAP, Anda diancam pidana 9 tahun penjara ternyata diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum yang wajib disediakan oleh negara sebagaimana amanat Pasal 56 KUHAP. Di persidangan, Anda dapat mengkorelasikan pelanggaran hak dalam KUHAP ini dengan pelanggaran SOP pemeriksaan dalam Perkaba. Anda bisa berargumen bahwa BAP tersebut dibuat dalam kondisi di mana hak konstitusional Anda diabaikan, yang secara langsung bertentangan dengan prosedur teknis pemeriksaan yang seharusnya dijalankan oleh penyidik. Hal ini dapat mengurangi, bahkan menghilangkan nilai kekuatan pembuktian dari BAP tersebut.
4. Gelar Perkara
KUHAP tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai "gelar perkara". Ini adalah murni mekanisme internal Kepolisian yang diatur secara rinci dalam Peraturan Kabareskrim (Perkaba) No. 3 Tahun 2014. Namun, secara substansial, forum ini adalah manifestasi dari prinsip akuntabilitas dan profesionalisme penyidik dalam menjalankan amanat KUHAP.
Fungsi Utama: Gelar perkara adalah sebuah forum ekspos atau paparan di hadapan peserta yang terdiri dari atasan penyidik, fungsi pengawasan internal, dan fungsi-fungsi teknis lainnya (seperti hukum atau propam). Tujuannya adalah untuk:
Mengevaluasi progres penyidikan.
Menentukan status perkara (apakah dapat ditingkatkan ke penyidikan atau dihentikan).
Menetapkan tersangka.
Mengatasi kendala yuridis maupun teknis dalam penyidikan.
Korelasi dengan KUHAP: Gelar perkara menjadi jembatan antara tindakan penyidik di lapangan dengan pemenuhan syarat materiil dan formil menurut KUHAP. Misalnya, sebelum penyidik menetapkan seseorang sebagai tersangka (sebuah tindakan yang diatur dalam KUHAP), idealnya status tersebut diputuskan melalui gelar perkara untuk memastikan bahwa penetapannya didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah.
Contoh Konkret dan Strategi Advokasi: Klien Anda sudah berstatus tersangka selama berbulan-bulan, namun proses penyidikan terasa mandek dan tidak ada kepastian hukum. Berdasarkan KUHAP, tidak ada mekanisme spesifik untuk "mendorong" penyidik. Di sinilah pengetahuan Anda tentang Perkaba menjadi senjata. Anda dapat mengirimkan surat resmi kepada Direktur Reserse Kriminal atau bahkan Kapolda, dengan tembusan ke Divisi Propam dan Itwasda, yang isinya memohon dilaksanakan gelar perkara khusus.
Dalam surat tersebut, Anda dapat mendalilkan bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum terhadap klien Anda dan penyidikan berjalan tidak sesuai asas peradilan cepat. Anda meminta forum gelar perkara untuk menguji apakah bukti-bukti yang dimiliki penyidik sudah cukup atau justru perkara ini seharusnya dihentikan karena tidak cukup bukti. Langkah ini sangat strategis karena memaksa penyidik untuk "membuka kartunya" di hadapan atasannya dan fungsi pengawasan internal.
5. Penghentian Penyidikan
KUHAP dalam Pasal 109 ayat (2) memberikan landasan yuridis bagi penyidik untuk menghentikan penyidikan. Penghentian ini wajib dituangkan dalam sebuah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Alasan penghentian menurut KUHAP adalah:
Tidak terdapat cukup bukti.
Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana.
Penyidikan dihentikan demi hukum (misalnya karena tersangka meninggal dunia, perkara ne bis in idem, atau daluwarsa).
Perkaba No. 3 Tahun 2014 kembali memberikan detail proseduralnya. Perkaba ini mengatur bahwa keputusan untuk menerbitkan SP3 harus didasarkan pada hasil gelar perkara. Ini adalah mekanisme check and balance internal untuk memastikan penghentian penyidikan memiliki dasar yuridis yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan karena faktor-faktor di luar hukum.
Contoh: Dalam sebuah kasus penipuan, setelah semua saksi diperiksa, ternyata hubungan hukum antara klien Anda (sebagai terlapor) dengan pelapor murni bersifat keperdataan (utang-piutang), tidak ada unsur mens rea (niat jahat) untuk menipu. Selama ini penyidik enggan menerbitkan SP3. Anda dapat mengajukan surat permohonan penghentian penyidikan dengan argumentasi yang kokoh, merujuk pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP, dengan alasan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana. Anda uraikan analisis hukum yang membedakan antara wanprestasi (perdata) dan penipuan (pidana), didukung bukti-bukti yang ada. Dengan merujuk pada kewajiban penyidik untuk melakukan gelar perkara sebelum mengambil keputusan strategis (seperti yang diatur dalam Perkaba), Anda secara tidak langsung mendorong mereka untuk segera melakukan evaluasi internal dan menerbitkan SP3.
6. Pemberkasan dan Hubungan dengan Penuntut Umum
Tahap akhir dari penyidikan adalah pemberkasan. Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP menyatakan bahwa penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Hubungan antara dua institusi ini sangat diatur oleh KUHAP, yang dikenal dengan mekanisme bolak-balik berkas (P-18, P-19, P-21).
Perkaba No. 3 Tahun 2014 mengatur secara detail tentang anatomi sebuah berkas perkara. Peraturan tersebut menetapkan bahwa berkas perkara harus terdiri dari "sampul", "daftar isi", "resume", dan "isi berkas" yang disusun secara sistematis, memuat seluruh BAP saksi, ahli, tersangka, serta lampiran barang bukti. Peraturan ini korelatif dengan KUHAP, khususnya tentang kualitas pemberkasan yang secara langsung akan mempengaruhi penilaian Penuntut Umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP. Jika Penuntut Umum menilai hasil penyidikan belum lengkap karena ada syarat formil atau materiil yang kurang (misalnya, BAP tidak lengkap, uraian fakta tidak sinkron), mereka akan mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk (P-19).
Contoh: Anda mengetahui bahwa pemeriksaan seorang saksi kunci yang memberatkan klien Anda dilakukan secara tidak proper dan BAP-nya tidak memuat uraian yang jelas dan detail. Ketika berkas dilimpahkan ke Kejaksaan, Anda dapat secara proaktif mengirimkan surat kepada Penuntut Umum yang ditunjuk, menguraikan kelemahan-kelemahan dalam BAP tersebut. Anda bisa menyarankan agar Penuntut Umum menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 110 ayat (3) KUHAP untuk mengembalikan berkas kepada penyidik (menerbitkan P-19) dengan petunjuk agar dilakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi tersebut untuk melengkapi kekurangan formil dan materiil. Dengan demikian, Anda menggunakan pengetahuan tentang standar pemberkasan (Perkaba) untuk mempengaruhi proses penilaian jaksa (KUHAP) sebelum perkara tersebut dinyatakan lengkap (P-21).
Lebih lanjut tentang hak mendapatkan Salinan Berkas Perkara. Secara yuridis-formal, pada tahap penyidikan hingga berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan, tidak ada satu pasal pun dalam KUHAP yang secara eksplisit memberikan hak kepada tersangka atau penasihat hukumnya untuk meminta dan mendapatkan salinan seluruh berkas perkara (termasuk BAP saksi-saksi lain) dari penyidik.
Hak tersebut baru lahir dan dapat dituntut secara hukum pada momen yang sangat spesifik. Mari kita lihat landasan hukumnya:
Pasal 72 KUHAP: "Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya." Pasal ini seringkali ditafsirkan secara terbatas oleh penegak hukum, yaitu hanya memberikan turunan BAP dari tersangka itu sendiri, bukan seluruh berkas. Namun, ini adalah pintu masuk pertama untuk mulai meminta akses.
Pasal 143 ayat (4) KUHAP: Inilah pasal yang menjadi kunci utama dan dasar hukum yang paling kuat. Pasal ini berbunyi: "Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri."
Mari kita bedah makna praktis dari Pasal 143 ayat (4) ini:
Kapan Hak Itu Timbul? Hak untuk mendapatkan salinan seluruh berkas perkara (yang menjadi lampiran surat dakwaan) secara resmi dan tak terbantahkan timbul setelah Penuntut Umum melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri.
Prosesnya Bagaimana? Setelah proses penyidikan selesai dan dinyatakan lengkap (P-21), penyidik akan melakukan "Tahap II", yaitu menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. Setelah itu, Penuntut Umum akan menyusun Surat Dakwaan. Pada saat Surat Dakwaan dan berkas perkara itu didaftarkan ke pengadilan, pada saat itulah Penuntut Umum wajib memberikan salinannya kepada Anda sebagai penasihat hukum.
Lalu, bagaimana strategi proaktif sebelum berkas dilimpahkan? Di titik inilah letak seni dan kelihaian seorang advokat. Jika kita baru bergerak setelah berkas dilimpahkan ke pengadilan, kita kehilangan momentum krusial untuk mencegah perkara yang lemah masuk ke persidangan. Strategi yang diuraikan sebelumnya—mengirim surat kepada Penuntut Umum untuk mempengaruhi proses P-19—memang tidak didasarkan pada BAP resmi yang sudah kita pegang. Strategi tersebut didasarkan pada informasi yang kita kumpulkan secara proaktif melalui cara-cara berikut:
Wawancara Mendalam dengan Klien (Sumber Utama): Segera setelah Anda ditunjuk, lakukan wawancara mendalam dengan klien Anda. Tanyakan secara detail:
Apa saja yang ditanyakan penyidik?
Apa persisnya jawaban yang ia berikan?
Siapa saja saksi lain yang ia ketahui diperiksa?
Apakah ada tekanan, paksaan, atau arahan selama pemeriksaan?
Minta klien Anda untuk merekonstruksi seluruh isi BAP-nya berdasarkan ingatannya.
Memanfaatkan Hak Klien atas BAP-nya Sendiri: Minta klien Anda untuk menggunakan haknya berdasarkan Pasal 72 KUHAP untuk meminta salinan BAP-nya sendiri. Meskipun seringkali sulit diperoleh di tahap penyidikan, permintaan resmi secara tertulis tetap harus dilayangkan. Penolakan mereka justru bisa menjadi catatan bagi Anda.
Investigasi Mandiri (Legal Investigation): Jangan hanya bergantung pada informasi dari penyidik. Lakukan investigasi sendiri:
Wawancarai Saksi Potensial: Identifikasi saksi-saksi lain, baik yang memberatkan maupun yang meringankan. Wawancarai mereka. Tanyakan apa yang mereka sampaikan kepada penyidik. Informasi dari mereka adalah "BAP versi tidak resmi" yang sangat berharga.
Kumpulkan Bukti Tandingan: Cari surat, dokumen, atau bukti lain yang dapat membantah dalil-dalil yang Anda duga akan digunakan oleh penyidik.
Dengan mengantongi informasi dari ketiga sumber ini, Anda sudah dapat membangun gambaran yang cukup akurat mengenai kekuatan dan kelemahan berkas perkara tersebut. Anda bisa mengidentifikasi dimana letak BAP saksi kunci yang tidak logis, di mana ada keterangan yang saling bertentangan, atau di mana ada syarat materiil delik yang tidak terpenuhi. Surat Anda kepada Penuntut Umum pada tahap prapenuntutan (sebelum P-21) pada dasarnya adalah sebuah "pukulan pendahuluan" yang didasarkan pada hasil investigasi Anda. Isinya bisa berupa:
"Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari klien kami dan saksi-saksi lain yang telah kami wawancarai, kami menduga bahwa keterangan dari Saksi A dalam BAP tidak didukung oleh bukti lain dan bertentangan dengan keterangan Saksi B. Oleh karena itu, kami memohon agar Jaksa Peneliti menggunakan kewenangannya untuk memberikan petunjuk (P-19) kepada Penyidik agar melakukan pemeriksaan konfrontasi antara Saksi A dan Saksi B demi kebenaran materiil."
Langkah ini menunjukkan kepada Penuntut Umum bahwa Anda sudah siap dan mengetahui kelemahan kasus mereka sejak dini. Ini memberikan tekanan psikologis dan yuridis bagi mereka untuk meneliti berkas dengan lebih cermat, daripada mengambil risiko melimpahkan perkara yang cacat ke pengadilan. Jadi, kesimpulannya, benar bahwa hak resmi atas berkas baru timbul saat pelimpahan ke pengadilan. Namun, tugas seorang advokat yang strategis adalah bekerja di "ruang abu-abu" sebelumnya, membangun "berkas perkara tandingan" melalui investigasi mandiri, dan menggunakannya untuk mempengaruhi proses sebelum semuanya terlambat.
7. Hak Ingkar dan Pencabutan Keterangan dalam BAP
Kita harus senantiasa ingat bahwa proses pemeriksaan di tingkat penyidikan seringkali berlangsung dalam kondisi yang tidak seimbang. Tersangka atau saksi berada dalam tekanan psikologis yang luar biasa. Di sinilah seringkali lahir keterangan yang tidak sepenuhnya akurat, baik karena kekhilafan, ketakutan, maupun adanya arahan atau tekanan dari pemeriksa.
Landasan Yuridis KUHAP: KUHAP mengantisipasi hal ini secara cermat. Kunci utamanya terletak pada pemahaman bahwa keterangan yang bernilai sebagai alat bukti yang sah adalah keterangan yang diberikan di bawah sumpah di muka sidang pengadilan, bukan keterangan yang tertuang di dalam BAP. Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyatakan, "Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.". Ini adalah prinsip emasnya. Lebih lanjut, Pasal 118 KUHAP secara implisit memberikan hak kepada tersangka atau saksi untuk mengubah keterangannya di persidangan. Jika keterangan yang diberikan di sidang berbeda dari keterangan dalam BAP, hakim ketua sidang wajib mengingatkan saksi atau terdakwa akan hal itu dan menanyakan alasan perbedaan tersebut.
Korelasi dengan Perkaba No. 3 Tahun 2014: Disinilah letak korelasi strategisnya. Perkaba mengatur bagaimana sebuah pemeriksaan harus dijalankan secara profesional dan prosedural. Jika penyidik dalam membuat BAP melanggar SOP yang diatur Perkaba—misalnya dengan mengajukan pertanyaan yang menjerat, melakukan intimidasi, atau tidak menuliskannya sesuai dengan apa yang persis diucapkan oleh yang diperiksa—maka pelanggaran prosedur inilah yang menjadi alasan yuridis yang sah bagi klien Anda atau saksi untuk mencabut keterangannya di persidangan. Anda dapat membangun argumentasi bahwa keterangan dalam BAP tersebut lahir dari proses yang cacat formil (procedurally flawed).
Contoh dan Strategi Advokasi: Klien Anda didakwa melakukan penggelapan. Dalam BAP di tingkat penyidikan, ia terkesan "mengakui" telah menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi. Namun, ia mengaku kepada Anda bahwa pengakuan itu muncul karena ia lelah setelah diperiksa berjam-jam dan penyidik mengatakan, "Sudah akui saja biar prosesnya cepat, nanti di pengadilan bisa ringan." Strategi Anda di persidangan adalah sebagai berikut:
Saat Klien Diperiksa sebagai Terdakwa: Ketika hakim menanyakan kebenaran keterangannya dalam BAP, Anda sudah mempersiapkan klien untuk dengan tegas menyatakan, "Keterangan dalam BAP itu sebagian besar tidak benar, Yang Mulia. Saya pada saat itu berada di bawah tekanan dan kelelahan."
Mengungkap Alasan Pencabutan: Anda kemudian, melalui pertanyaan-pertanyaan kepada klien, mengungkap alasan pencabutan tersebut. "Saudara Terdakwa, apakah pada saat pemeriksaan Anda didampingi penasihat hukum? Berapa lama proses pemeriksaan berlangsung? Apakah pemeriksa pernah menyarankan Anda untuk mengakui perbuatan yang tidak Anda lakukan dengan janji proses yang lebih cepat?"
Menghubungkan dengan Pelanggaran Prosedur: Argumentasi Anda kepada majelis hakim adalah bahwa keterangan dalam BAP tersebut tidak dapat dipercaya kebenarannya karena diperoleh melalui cara-cara yang bertentangan dengan prinsip pemeriksaan yang adil, sebagaimana diatur dalam KUHAP dan secara teknis dalam Perkaba No. 3 Tahun 2014. Anda meminta hakim untuk mengesampingkan BAP tersebut dan hanya berpegang pada keterangan yang diberikan klien Anda secara bebas di muka persidangan.
Dengan demikian, hak ingkar ini bukanlah sekadar hak untuk berbohong. hak ingkar adalah mekanisme yuridis untuk menguji apakah keterangan yang diperoleh penyidik benar-benar merupakan buah dari ingatan yang bebas (free recall) atau hasil dari proses yang penuh paksaan dan rekayasa. Sebagai advokat, tugas Anda adalah memastikan hanya kebenaran yang diucapkan secara bebas di bawah sumpah di ruang sidanglah yang menjadi pertimbangan hakim.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, menjadi sangat jelas bahwa penguasaan terhadap pasal-pasal dalam KUHAP saja tidaklah cukup. KUHAP memberikan Anda pemahaman tentang hak dan kewajiban hukum, sementara Perkaba memberikan Anda pemahaman tentang prosedur teknis pelaksanaannya.
Seorang advokat yang ulung tidak hanya berdebat pada tataran norma hukum yang abstrak, tetapi mampu turun ke level teknis dan menunjukkan letak adanya cacat formil dalam setiap langkah penegak hukum. Pelanggaran terhadap Perkaba seringkali merupakan manifestasi dari pelanggaran terhadap KUHAP. Dengan menguasai kedua instrumen ini, Anda memegang peta dan kompas sekaligus. Anda tahu tujuannya (keadilan materiil menurut KUHAP), dan Anda tahu setiap jengkal jalan prosedural untuk mencapainya (menurut Perkaba). Inilah yang akan membedakan Anda sebagai seorang pembela yang sekadar menjalankan tugas dengan seorang pembela yang benar-benar menjadi garda terdepan penjaga hak-hak kliennya.
Pemahaman terhadap Perkaba No. 3 Tahun 2014 bukan hanya soal teknis, melainkan soal strategi. Pemahaman yang baik akan memungkinkan Anda untuk tidak hanya bersikap reaktif di pengadilan, tetapi juga proaktif selama proses penyidikan. Anda dapat "berbicara" dengan penyidik menggunakan "bahasa" mereka, menguji setiap tindakan mereka dengan standar operasional mereka sendiri, dan pada akhirnya, memastikan bahwa proses hukum yang dijalani klien Anda benar-benar adil dan sesuai dengan rel yang telah ditetapkan oleh KUHAP. Zlamitan

Komentar
Posting Komentar