Ringkasan Tiap Buku Madilog - Tan Malaka
Bagian 1: Logika Mistika vs. Logika Materi - Roh atau Zat Duluan? (Halaman 27-28)
Ringkasan Isi:
Tan Malaka memperkenalkan Logika Mistika, yang didasarkan pada rohani. Logika ini berpusat pada Firman Maha Dewa Rah, yang dianggap sebagai Rohani atau Dewa Matahari. Maha Dewa Rah sudah ada lebih dahulu daripada dunia, bumi, langit, dan bintang. Dewa Rah dianggap Maha Terkuasa dan dapat menimbulkan Bumi, Langit, Bintang, dan Sungai Nil hanya dengan Firman-Nya, "Ptah," dalam satu saat saja. Dengan demikian, Logika Mistika menyatakan bahwa rohani adalah yang pertama, dan zat (materi) adalah yang kedua, yang berasal dari Rohani.
Filsafat ini langsung dibantah oleh dasar dari Madilog, yang berlandaskan pada Ilmu Pasti (seperti ilmu bintang, kimia, dan fisika). Dalam pandangan Ilmu Pasti, Rohani dianggap sebagai Kodrat (Kracht, Force) dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang terpisah yang dapat melahirkan Zat. Sebaliknya, Kodrat atau Force itu terkandung oleh Matter atau benda (Zat). Benda harus disaksikan terlebih dahulu, barulah di belakangnya dapat disaksikan kodratnya. Contohnya, benda yang dinamai elektron mengandung kodrat yang disebut listrik. Kodrat listrik tidak dapat menciptakan zat baru, dan energi (kodrat) semata-mata tidak dapat menimbulkan benda.
Inti dan Maksudnya:
Bagian ini bertujuan menetapkan pertanyaan filosofis yang paling mendasar: manakah yang pertama, Zat atau Rohani/Pikiran (matter or idea). Logika Mistika menjawab Rohani/Pikiran (pandangan Idealisme). Filsafat Ilmu Pasti yang menjadi dasar Madilog menjawab materi (Zat) adalah yang pertama. Dengan pandangan Logika Mistika yang mengatakan bahwa Dewa Rah menciptakan Bumi dan Langit dalam sekejap mata dengan kata "Ptah," hal ini bertentangan dengan Undang Pertumbuhan (Law of Evolution) dan seluruh gedung Ilmu Pasti yang didasarkan pada pertumbuhan yang memerlukan jutaan tahun.
Contoh Sederhana:
Mana yang ada lebih dulu: rasa manis atau gula?
Logika Mistika berpendapat bahwa Rohani/Ide tentang rasa manis sudah ada lebih dulu.
Logika Materi (Madilog) berpendapat bahwa benda (Zat) bernama gula ada lebih dulu. Rasa manis adalah kodrat atau sifat yang melekat pada Zat gula tersebut. Tidak ada Zat gula, maka tidak ada rasa manis, sama seperti tidak ada elektron, tidak ada kodrat listrik.
Bagian 2: Filsafat (BAB II)
Ringkasan Isi:
Tan Malaka memulai bab ini dengan menjelaskan pentingnya memisahkan arah pikiran para ahli filsafat agar pembaca tidak bingung, seperti membedakan pemain dalam pertandingan sepak bola. Ia kemudian langsung membahas dan mengkritik aliran Idealisme, khususnya melalui pemikiran David Hume.
Menurut Hume, benda (zat) tidak ada di luar diri kita. Yang ada hanyalah pengertian (conception), pikiran, atau ide dalam otak. Jeruk, lembu, bumi, dan bahkan orang lain (seperti "Engkau") hanyalah "gambaran" atau "bundles of conceptions" di dalam otak seseorang.
Tan Malaka menunjukkan konsekuensi logis dari Idealisme yang konsekuen ini: Jika Hume membatalkan adanya benda, ia juga harus membatalkan keberadaan dirinya sendiri, karena bagi orang lain (misalnya Smith), Hume hanyalah gambaran atau ide. Dengan membatalkan benda, Idealisme membatalkan dirinya sendiri.
Bab ini juga menyinggung bahwa filsafat modern terpecah dua pasca-Hegel: Dialektika Idealistis (dipegang oleh kaum bermodal dan berkuasa) dan Dialektika Materialistis (dipegang oleh kaum proletar yang revolusioner).
Inti dan Maksudnya:
Inti dari bab ini adalah untuk menetapkan bahwa Idealisme, yang menolak keberadaan materi, berujung pada absurditas dan kontradiksi diri. Dengan menunjukkan kelemahan fatal Idealismenya Hume, Tan Malaka membuka jalan untuk menerima Materialisme.
Tujuannya adalah memperkenalkan dan mendukung Dialektika Materialisme sebagai metode filsafat yang superior, yang didasarkan pada Ilmu Pasti dan mengklaim bahwa sejarah masyarakat manusia berjalan menurut undang-undangnya sendiri, serupa dengan hukum alam (Newton) dan evolusi (Darwin). Filsafat yang sebenarnya adalah bayangan dari masyarakat yang bertentangan, bukan bayangan dari Ide Absolut yang abstrak.
Contoh Sederhana:
Jika Anda memegang jeruk, mana yang lebih dahulu: jeruk (benda) itu sendiri atau ide tentang jeruk itu?
Idealisme (Hume): Jeruk sebagai benda tidak ada; yang ada hanyalah ide/gambaran tentang kuning, bulat, berat, dan lezat di dalam pikiran Anda.
Konsekuensi Logis Madilog: Jika Anda hanya percaya pada ide tentang jeruk, maka Anda harus percaya bahwa teman Anda yang melihat Anda memegang jeruk itu juga hanya ide di otak Anda. Jika semua benda adalah ide, maka Anda sendiri pun adalah ide bagi orang lain, yang berarti Anda tidak ada sebagai ahli filsafat yang nyata. Oleh karena itu, Idealisme membatalkan dirinya sendiri.
Bagian 3: Logika (BAB III)
Ringkasan Isi:
Tan Malaka mengawali bab ini dengan mengakui peran bangsa Arab dalam menyimpan dan memajukan kecerdasan Yunani, termasuk Al Kimia. Namun, ia mencatat bahwa Aljabar berasal dari India dan dipindahkan ke Barat melalui pedagang Arab dari Tiongkok, di mana ilmu tersebut kemudian tumbuh pesat.
Fokus utama bab ini adalah pada Definisi, yang dianggap sebagai wilayah (wilayah) dari sains atau ilmu pengetahuan. Tanpa definisi, semua ilmu hanyalah onggokan bukti yang terpisah-pisah, seperti seonggok pasir.
Pedoman untuk definisi yang baik meliputi:
Menetapkan barang yang didefinisikan ke dalam golongan yang lebih luas (genus) dan mencari sifat pembeda (differentia).
Definisi harus mencakup semua sifat penting yang diperlukan; misalnya, sebuah bujursangkar harus memenuhi tiga sifat: gambar datar tertutup, dibatasi 4 garis lurus yang sama panjang, dan memiliki 4 sudut siku-siku.
Definisi tidak boleh memakai kata-kata gaib, karena itu justru akan menambah misteri, bukan kepastian.
Definisi tidak boleh menggunakan kalimat negatif (tak ber-), kecuali kata negatif itu sebenarnya berarti penegasan positif (seperti "tak mengubah" yang berarti "menetapkan"). Ia mengaitkan jawaban negatif Gautama Buddha tentang sifat Nirwana sebagai contoh logika mistika.
Bab ini juga membahas metode abstraksi dalam Aljabar, di mana huruf (a dan b) mewakili angka tak terbatas yang sudah terpisah dari benda nyata. Selain itu, ia membahas konsep-konsep abstrak dalam Geometri (titik, garis, bidang). Meskipun konsep-konsep ini tidak dapat disaksikan langsung oleh pancaindera, mereka dapat "dihampiri" dengan gambaran yang tidak kosong, berbeda dengan konsep rohani dalam logika mistika.
Akhirnya, Tan Malaka memperkenalkan tiga metode ilmiah untuk menguji teori (ujian atau verification), yang sering dipinjam dari Geometri:
Metode Sintesis: Berjalan dari bukti ke undang-undang (hukum).
Metode Analitis: Berjalan mundur dari teori yang dianggap benar, menuju hukum yang sudah diketahui.
Metode Reductio ad Absurdum: Membuktikan teori dengan menunjukkan bahwa penolakan terhadap teori tersebut akan menghasilkan sesuatu yang tidak masuk akal atau absurd.
Inti dan Maksudnya:
Bab III ini berfungsi sebagai landasan metodologis Madilog, menunjukkan bahwa kebenaran harus dicapai melalui Logika yang ketat, bukan mistika. Dengan menetapkan aturan definisi dan metode pembuktian yang berasal dari Ilmu Pasti (seperti geometri dan aljabar), Tan Malaka memperkuat klaim bahwa Madilog lebih unggul karena didasarkan pada pengetahuan yang terorganisir dan teruji.
Maksud penting lainnya adalah membedakan abstraksi ilmiah yang konstruktif (seperti aljabar dan geometri, yang menghasilkan gedung dan peradaban) dari ide-ide abstrak idealisme mistika. Ilmu Pasti menggunakan bukti yang dapat didekati, sedangkan Rohani hanyalah "barang yang semata-mata kosong".
Contoh Sederhana:
Bagaimana kita mendefinisikan sebuah Bujursangkar (square)?
Logika Madilog (Definisi yang Jitu): Harus merupakan gambar datar tertutup DAN dibatasi oleh 4 garis lurus yang sama panjang DAN memiliki 4 sudut siku-siku.
Penerapan Logika: Jika kita punya gambar yang tertutup, dibatasi 4 garis sama panjang, tetapi sudutnya tidak siku-siku (misalnya belah ketupat), maka itu BUKAN bujursangkar. Jika salah satu sifat di atas tertinggal, hasil yang diperoleh tidak bisa disebut bujursangkar. Ini menunjukkan pentingnya ketepatan definisi logis.
Bagian 4: Ilmu Bukti (Science) (BAB IV)
Ringkasan Isi:
Bab ini berfokus pada metode yang digunakan untuk memperoleh dan memverifikasi pengetahuan, yang disebut Ilmu Bukti (Science). Tan Malaka menegaskan bahwa pengetahuan harus didasarkan pada peralaman (experiment) dan ukur mengukur (measurement) yang pasti, dibantu oleh panca indra dan perkakas (seperti teleskop, mikroskop, termometer), bukan berdasarkan dugaan atau nujum.
Pilar utama Ilmu Bukti adalah Undang-Undang Alam (Law), yaitu keumuman yang mutlak dan tidak dapat dibantah (misalnya, benda memuai karena panas, semua benda ditarik ke bawah oleh bumi). Undang ini berlaku tetap di mana pun dan kapan pun.
Tiga metode utama yang digunakan untuk menguji kebenaran teori dan menetapkan Undang (selain metode Geometri dari Bab III) adalah:
Induction (Menyusun): Cara berpikir yang berjalan dari bukti-bukti terpencar yang terbatas untuk menyusun dan menetapkan kesimpulan umum (undang), meskipun belum semua bukti diuji.
Deduction (Melaksanakan/Mengungkai): Cara berpikir yang berjalan sebaliknya, dari undang yang sudah diterima ke bawah untuk menguji atau memprediksi bukti (fakta) tertentu.
Verification (Memastikan): Proses di mana undang yang sudah ada dikonfirmasi kembali dengan bukti atau peralaman baru di luar domain asalnya, sering kali mengubah formulanya tetapi tidak mengubah semangatnya.
Bab ini juga membahas Faktor Waktu (Time-Factor) dalam Biologi. Melalui kritik terhadap pandangan kreasionisme (seperti Linnaeus, yang menganggap spesies diciptakan satu per satu, mirip dengan Dewa Rah yang berfirman "Ptah"), Tan Malaka memperkenalkan Undang Pertumbuhan (Evolusi) (Darwin). Evolusi membuktikan bahwa perubahan terjadi secara perlahan dalam jutaan tahun, memungkinkan makhluk hidup menyesuaikan diri (seleksi alam).
Inti dan Maksudnya:
Inti dari Bab IV adalah memperkuat landasan Materialisme Madilog dengan metodologi ilmiah yang teruji. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa pengetahuan yang benar berasal dari pengamatan, pengukuran, dan eksperimen yang sistematis, yang kemudian dirumuskan menjadi Undang Alam yang universal.
Introduksi Evolusi sangat penting karena memberikan jawaban materialistis terhadap asal-usul kehidupan dan alam semesta yang memerlukan waktu yang sangat panjang (jutaan tahun). Ini secara tegas menentang klaim Logika Mistika bahwa penciptaan terjadi seketika dengan Firman, dan menunjukkan bahwa Filsafat Idealisme/Mistika adalah ujung yang buntu (ujung yang buntu) dalam ilmu pengetahuan.
Contoh Sederhana:
Bagaimana Undang Archimedes (Hukum Daya Apung) diverifikasi sebagai Hukum Alam?
Induction (Menyusun): Setelah Archimedes menguji beberapa benda dan zat cair, ia menyimpulkan Undang Daya Apung: Benda yang dimasukkan ke dalam zat cair kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang dipindahkannya.
Verification (Memastikan): Undang ini kemudian diuji pada medium baru, misalnya udara (yang juga dianggap zat cair). Jika Undang itu benar, maka benda di udara harus kehilangan berat sama dengan berat udara yang dipindahkannya.
Hasil Madilog: Eksperimen membuktikan bahwa benda memang kehilangan berat di udara sesuai perhitungan, memberikan pemastian baru (verification) kepada Undang Archimedes, membuktikan bahwa hukum fisika berlaku secara universal, tidak hanya di air.
Bagian 5: Dialektika (BAB V)
Ringkasan Isi:
Bab V memperkenalkan Dialektika sebagai hukum berpikir yang diperlukan untuk mengatasi keterbatasan Logika biasa. Logika biasa hanya dapat menjawab pertanyaan dengan "ya" atau "tidak" secara terpisah (A = A dan A bukan Non-A). Dialektika diperlukan ketika menghadapi masalah yang melibatkan:
Tempo (Waktu): Logika gagal menjawab pertanyaan ketika faktor waktu terlibat. Contohnya adalah perubahan dari titik menjadi garis, atau air yang dipanaskan berada pada saat ia belum menjadi uap sepenuhnya tetapi sudah tidak lagi murni air. Perubahan Thomas Edison dari murid bodoh menjadi jenius juga melibatkan Sang Tempo.
Gerakan (Movement): Dialektika diperlukan karena semua benda di dunia berada dalam gerakan yang tidak pernah berhenti. Jika sebuah bola sedang bergulir, Logika tidak dapat menjawab dengan pasti apakah bola itu "di sini" pada saat tertentu. Dialektika menjawab dengan "ya dan tidak" secara bersamaan, karena benda yang bergerak tidak mungkin tetap.
Kena-Mengena dan Seluk-Beluk (Interkoneksi dan Kompleksitas): Dialektika memeriksa benda dengan memperhatikan hubungan, keterkaitan, pergerakan, pertumbuhan, dan kehilangannya. Contohnya adalah makhluk yang berada di antara tumbuhan dan hewan.
Pertentangan (Kontradiksi Sosial): Dialektika sangat penting untuk menyelesaikan pertanyaan yang berhubungan dengan masyarakat yang bertentangan (seperti konflik antara Yang Berpunya dan Tak Berpunya), seperti keadilan putusan hakim dalam kasus utang tuan tanah (Halal bin Fulus) terhadap petani miskin. Pihak Yang Berpunya akan menjawab "adil," sementara pihak Tak Berpunya akan menjawab "tidak adil," menunjukkan bahwa jawabannya kembar (ya dan tidak) tergantung dari pihak mana memandang.
Dialektika Materialistis didasarkan pada hukum gerakan benda yang sebenarnya (Matter in move), menjadikannya hukum berpikir yang utama.
Inti dan Maksudnya:
Tujuan utama bab ini adalah menetapkan bahwa Dialektika Materialistis adalah cara berpikir yang superior karena mencerminkan kenyataan bahwa segala sesuatu di alam ini terus bergerak, berubah, dan mengandung kontradiksi.
Logika biasa hanya berlaku di ranah statis (seperti statika atau geometri sederhana), di mana A = A. Sebaliknya, Dialektika berlaku di ranah dinamis, yang menerima bahwa A = Non A pada satu titik waktu (misalnya, pada titik peralihan air menjadi uap).
Bab ini juga membedakan dua jenis Dialektika:
Dialektika Idealistis (Hegel): Berdasarkan Ide, pikiran belaka (Absolute Idee), dan dianggap sebagai abstraksi atau impian yang terpisah dari benda.
Dialektika Materialistis (Marx-Engels): Berdasarkan benda (Matter). Awalnya, benda menentukan pikiran, tetapi kemudian pikiran memantul (melantun) kembali dan mempengaruhi benda/masyarakat. Perubahan masyarakat manusia (seperti penduduk Jawa yang dulunya perantau menjadi "pelekat desa") adalah contoh dari pelantunan ini.
Contoh Sederhana:
Bagaimana cara Dialektika menjawab pertanyaan tentang benda yang sedang bergerak?
Pertanyaan: Apakah sebuah bola yang sedang bergulir berada di sini pada saat yang tepat ini?.
Logika Biasa: Harus memilih antara "ya" atau "tidak." Jika menjawab "ya," itu berarti bola itu berhenti, yang bertentangan dengan faktanya. Jika menjawab "tidak," itu juga bertentangan dengan pertanyaan yang diajukan.
Dialektika (Ilmu Berpikir dalam Gerakan): Jawaban harus "Ya dan Tidak". Bola itu "ya" ada di sini karena kita menanyakannya di tempat ini, tetapi juga "tidak" ada di sini karena ia bergerak dan seketika itu juga sudah berada di tempat lain. Dialektika menerima perpaduan dua pertentangan ini (A dan Non A).
Bagian 6: Logika (BAB VI)
Ringkasan Isi:
Bab ini membahas Logika sebagai ilmu berpikir yang merupakan saudara kembar dari Ilmu Bukti (Science). Logika tradisional, yang hanya bisa menjawab dengan "ya" atau "tidak" (A = A, A bukan Non-A), memiliki batas (limit) yang harus diakui.
Tan Malaka menekankan perlunya Dialektika untuk menghadapi pergerakan dan kontradiksi, merangkumnya dengan konsep Pembatalan Kebatalan (Negation der Negation): biji padi menjadi pohon (kebatalan) dan kemudian pohon mengeluarkan banyak biji padi lagi (pembatalan kebatalan). Dialektika menerima bahwa A = Non A pada titik peralihan dan pertumbuhan.
Dalam Logika formal, ia menguraikan cara berpikir yang benar, termasuk:
Pembalikan (Conversion), Perlipatan (Obversion), dan Perlipatan-Terbalik (Contraposition), yang digunakan untuk menguji kebenaran suatu simpulan dengan membalik atau melipat sifatnya.
Pedoman Definisi yang jitu, yang memerlukan penetapan genus (golongan luas) dan differentia (sifat pembeda).
Bab ini juga membahas Sebab dan Akibat (Causality). Kritik diarahkan pada pandangan teologis yang menganggap Tuhan sebagai sebab terakhir yang tak bersebab. Konsepsi ini dinilai membatalkan dirinya sendiri, karena jika setiap akibat harus memiliki sebab, maka Tuhan juga harus memiliki pembikinnya. Dalam Dialektika, sebab dan akibat bersifat relatif dan tidak tunggal; suatu akibat bisa menjadi sebab dari kejadian lain.
Terakhir, Madilog menyajikan Lima Metode Peralaman (Five Methods of Experimentation), yang digunakan oleh Ahli Peralaman (Scientist) untuk mencari sebab dari akibat, yaitu: Jalan Persamaan, Jalan Perbedaan, Jalan Sisa, Jalan Perubahan Bersama, dan Jalan Paduan (Campur Aduk).
Inti dan Maksudnya:
Bab VI adalah pilar Madilog yang menetapkan Logika sebagai metode berpikir yang wajib dipelajari untuk ketepatan dan kebenaran. Tujuannya adalah membatasi wilayah Logika biasa (A=A) agar tidak diterapkan pada persoalan dinamis (yang memerlukan Dialektika/A=Non-A) dan untuk mempersenjatai pembaca dengan alat ilmiah (Lima Metode Peralaman) untuk menemukan kausalitas sebenarnya.
Dengan menekankan bahwa Logika Mistika dan pemikiran dogmatis sering terjerumus dalam Kesilapan (Mystification), yang menganggap paham dijadikan bukti, Tan Malaka menegaskan kembali bahwa Madilog hanya menerima pengetahuan yang didasarkan pada bukti nyata, perhitungan, dan Logika yang teruji.
Contoh Sederhana:
Bagaimana Dialektika (hukum utama pergerakan) bekerja, bahkan dalam Logika?
Ambil sebiji padi (Thesis). Kita tanam biji itu. Setelah beberapa lama, biji padi tadi bukan biji lagi, melainkan sudah menjadi pohon (Anti-Thesis atau Kebatalan). Tetapi, setelah pohon itu berbuah, ia mengeluarkan biji padi lagi, lebih banyak dari yang semula (Pembatalan Kebatalan atau Synthesis).
Logika biasa (A=A) hanya melihat tiga fase yang terpisah. Dialektika melihat keseluruhan proses yang terus bergerak dan mengandung pertentangan yang melahirkan hasil baru.
Bagian 7: Peninjauan dengan Madilog (BAB VII)
Ringkasan Isi:
Bab VII berfungsi sebagai penutup, di mana Madilog didefinisikan secara komprehensif sebagai cara berpikir yang berdasarkan Materialisme, Dialektika, dan Logika untuk mencari kesimpulan yang didukung oleh bukti cukup, hasil eksperimen, dan pengamatan.
Penerapan Madilog meliputi seluruh alam semesta, dari benda terkecil (Atom) hingga Alam Raya (Universes). Struktur atom (yang terdiri dari 92 zat-asli) dan pembentukan molekul dijelaskan sebagai bukti nyata bahwa benda bergerak dan berubah sesuai hukum alam. Perpaduan atom menjadi molekul yang stabil dianggap sebagai contoh dari Pembatalan Kebatalan (Negation der Negation).
Tan Malaka juga membandingkan pandangan agama (seperti Genesis yang menganggap Alam tercipta dalam enam hari) dengan Ilmu Bukti, yang didasarkan pada Undang Pertumbuhan (Evolusi) yang memerlukan jutaan tahun untuk pembentukan bumi dari massa leburan hingga kondisi sekarang. Ia menggunakan kriteria Madilog (seperti suhu, komposisi udara Oksigen dan Karbon Dioksida) untuk meninjau kemungkinan adanya kehidupan di bumi lain (Bulan, Mars, Jupiter, Venus), menyimpulkan bahwa kehidupan hanya mungkin ada di bumi yang memenuhi syarat-syarat fisik tersebut.
Inti dan Maksudnya:
Inti bab ini adalah menetapkan Madilog sebagai kerangka berpikir yang tak terhindarkan untuk memahami kenyataan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa Dialektika Materialistis adalah kerangka kerja (tulang-belulang) yang melandasi pergerakan dan perubahan di seluruh Alam Raya.
Madilog menegaskan bahwa:
Hukum Perubahan Bilangan menjadi Perubahan Sifat (Quantity into Quality) berlaku universal, mulai dari pendinginan gas menyala menjadi bintang, hingga perubahan hawa bumi yang memungkinkan adanya kehidupan.
Semua benda, dari atom hingga bintang, selalu berada dalam gerakan dan pertentangan (tolak dan tarik) yang menghasilkan keseimbangan (setimbang), yang merupakan inti dari Pembatalan Kebatalan.
Logika (A=A) hanya dapat bergerak dan berlaku dalam daerah yang sudah dibatasi oleh hukum Dialektika Materialisme (A=Non-A).
Konsep Rohani/Tuhan, Jiwa, Surga, dan Neraka berada di luar daerah Madilog karena tidak dapat dibuktikan atau diperalamkan (diekseperimenkan) secara ilmiah, melainkan hanya didasarkan pada kepercayaan semata.
Contoh Sederhana:
Bagaimana Alam Semesta dan Kehidupan didalamnya tunduk pada hukum Perubahan Bilangan menjadi Perubahan Sifat?
Ketika bumi terpelanting dari Matahari, ia berupa kabut-atom-menyala. Seiring berjalannya jutaan tahun, jumlah panas (Quantity) terus berkurang (turun derajatnya).
Penurunan jumlah panas ini menyebabkan perubahan sifat (Quality) dari uap menjadi zat cair (air) dan zat padat (tanah logam).
Perubahan sifat ini (dari terlalu panas menjadi hangat) kemudian memungkinkan kondisi yang tepat untuk timbulnya kehidupan. Kehidupan adalah kualitas baru yang timbul setelah kuantitas panas turun ke tingkat yang sesuai.
Komentar
Posting Komentar